
Padang — Kepala Kantor Wilayah Kemenkum Sumbar, Alpius Sarumaha, menyambut kedatangan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., di Bandara Internasional Minangkabau. Turut hadir Kakanwil Ditjen Imigrasi dan Kakanwil Ditjen Pemasyarakatan dalam penyambutan tersebut sebelum melanjutkan ke agenda seminar internasional di Universitas Andalas. (3 November 2025)
Dalam seminar bertema “Legal Reform and Equitable Law Enforcement in Indonesia” yang digelar di Convention Hall Universitas Andalas, Menko KUMHAMIMIPAS menyampaikan pidato pembuk yang menyoroti pentingnya reformasi hukum yang berpihak pada manusia. Ia mengutip Prof. Mochtar Kusumaatmadja bahwa “hukum adalah sarana untuk menjaga ketertiban dan keadilan dalam masyarakat,” seraya menegaskan bahwa hukum harus hidup dan berkeadilan, bukan sekadar aturan yang kaku.

Yusril menjelaskan bahwa sistem hukum Indonesia lahir dari interaksi panjang antara hukum adat, Islam, dan Barat. “Reformasi hukum bisa lahir dari banyak arah—negara, pengadilan, masyarakat, dan akademisi,” ujarnya. Ia mencontohkan gerakan antikorupsi, pembentukan KPK, serta reformasi HAM sebagai bukti dinamika tersebut.
Menko juga menyoroti kesenjangan antara hukum di atas kertas dan rasa keadilan masyarakat. Program Pos Bantuan Hukum (Posbankum) disebutnya sebagai instrumen penting memperluas akses keadilan, dengan 36.547 Posbankum telah berdiri di seluruh Indonesia hingga Oktober 2025. Dalam konteks era digital, ia mengingatkan tantangan baru seperti AI, blockchain, dan fenomena “no viral, no justice” yang menunjukkan krisis kepercayaan terhadap hukum. “Keadilan tidak boleh ditentukan oleh viralitas, tetapi oleh integritas sistem hukum,” tegasnya.

Yusril juga menyinggung isu aktual seperti pemberlakuan KUHP baru pada 2026, uji materi UU TNI di Mahkamah Konstitusi, serta krisis etik di lembaga peradilan. Ia menekankan perlunya perhatian khusus terhadap kelompok rentan—masyarakat adat, perempuan, anak, penyandang disabilitas, dan narapidana—serta menegaskan transformasi sistem pemasyarakatan ke arah rehabilitatif.

Sebagai penutup, Menko mengingatkan bahwa reformasi hukum sejati bukanlah perlombaan membuat undang-undang, tetapi membangun ekologi hukum yang hidup. “Negara menetapkan hukum, pengadilan menafsirkan, profesi hukum menstandarkan, akademisi menguji, dan masyarakat menghidupkannya,” pungkasnya.
(Humas Kemenkum Sumbar)
Setahun Bekerja, Bergerak - Berdampak
#KementerianHukum
#LayananHukumMakinMudah
#SetahunBerdampak
#KanwilKemenkumSumbar
