![]() |
![]() |
DAERAH ASAL
Songket Silungkang Untuk pendaftaran Indikasi Geografis Songket Silungkang, MPIG-SS mendapat dukungan dari Pemerintah Kota Sawahlunto melalui Surat Rekomendasi Walikota Sawahlunto No:531/66/Koperindag-WL/I/2019.
Kawasan Pembuatan Songket Silungkang telah ditetapkan oleh Walikota Sawahlunto melalui Keputusan Walikota Sawahlunto No. 188.45/115/WAKO-SWL/2019, tanggal 25 Maret 2019, tentang Penetapan Sentra Songket Silungkang Kota Sawahlunto Sentra-sentra tersebut meliputi:
1. Kecamatan Silungkang
2. Kecamatan Lembah Segar
3. Kecamatan Barangin
4. Kecamatan Talawi.
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
REPUTASI:
Reputasi Songket Silungkang yang dihasilkan oleh masyarakat Kota Sawahlunto sebagai kain songket yang bermutu tinggi telah dikenal sejak zaman Belanda sampai saat ini. Berbagai kreasi dalam motif, tata cara dan teknik produksi Songket Silungkang telah dikembangkan oleh masyarakat Kota Sawahlunto. Berbagai penghargaan juga telah diperoleh antara lain berupa:
- Penghargaan Berupa Medali dari Ratu Belgia tahun 1910.
- Piagam Penghargaan Produk, One Village One Product (OVOP) Bintang 3 kepada IKM Aina dan IKM Arena Songket INJ dari Kementerian Perindustrian RI tahun 2015.
- Penghargaan Rekor Muri Pemakai Songket Terbanyak Pada Suatu Kegiatan tahun 2015.
- Piagam Penghargaan Produk, One Village One Product (OVOP) Bintang 4 Arena Songket INJ dari Kementerian Perindustrian RI tahun 2018.
Kemudian mengikuti pameran di tingkat lokal, nasional atau pun internasionali. Songket Silungkang juga merupakan cindera mata utama yang dapat diperoleh dari Kota Sawahlunto.
KARATERISTIK:
Untuk dapat disebut dan menggunakan tanda Indikasi Geografis, Songket Silungkang harus memenuhi karakteristik sebagai berikut :
- Diproduksi dengan menggunakan alat tenun tradisional gedogan yang dimodifikasi sehingga menjadi lebih ergonomis yang biasa disebut Palantai.
- Bahan dasar Songket Silungkang adalah benang sutra atau benang katun atau viscose rayon atau kombinasinya. Proses pembuatan motif pada Songket Silungkang menggunakan teknik atai (mencukia atai) yaitu mengangkat beberapa benang (paling halus 3 benang) dengan satu benang untuk pengunci sehingga motif Songket Silungkang tidak timbul seperti songket dari daerah-daerah lain tetapi muncul dalam bentuk kotak-kotak kecil yang membentuk motif. Atai inilah yang membuat motif pada Songket Silungkang tersusun dalam satu garis lurus sehingga terlihat rapi dan teratur.
- Pembentukan motif menggunakan benang sutra, benang katun, benang viscose rayon, benang emas, benang perak, benang tembaga atau benang berwarna lainnya.
- Motif yang akan digunakan oleh pemakai songket adalah motif yang terletak di bagian dalam pada proses pembuatan Songket Silungkang.
- Lokasi pembuatan Songket Silungkang di Kota Sawahlunto terletak di Kecamatan Silungkang, Kecamatan Lembah Segar, Kecamatan Barangin dan Kecamatan Talawi.
KUALITAS
Mutu Songket Silungkang ditentukan berdasarkan spesifikasi dan kelas mutu. Spesifikasi dan mutu Songket Silungkang ditentukan dari 4 komponen yaitu, jumlah atai, motif, jenis benang dan pewarna yang digunakan. Uraiannya adalah sebaga berikut:
- Jumlah atai yang digunakan Atai membentuk kotak-kotak kecil yang menjadi pembentuk motif. Semakin halus ukuran atai yang digunakan semakin banyak jumlah atai yang terbentuk dan semakin halus penampakan motif pada Songket Silungkang yang dihasilkan.
- Motif yang digunakan.
Motif yang digunakan dalam produksi Songket Silungkang dibagi menjadi 6 kelompok yaitu kelompok:
- Motif cukia penuh
- Motif asimetris/tidak berulang
- Motif simetris/sederhana
- Motif siriang tinggi
- Motif siriang biasa
- Motif tabur
- Jenis benang yang digunakan Benang yang digunakan saat ini ada 4 jenis yaitu:
- Sutra 100% untuk pakan dan lungsi (diberi kode S, nilai mutu 6)
- Campuran sutra 50% dengan katun 50% baik untuk pakan maupun lungsi (diberi kode SK, nilai mutu 4)
- Katun 100% untuk pakan dan lungsi (diberi kode K, nilai mutu 3)
- Campuran katun 50% untuk lungsi dan Viscose Rayon/ Linen/ setara 50% untuk pakan (diberi kode KV, nilai mutu 2)
4. Jenis pewarnaan yang digunakan Jenis pewarnaan yang digunakan ada 3, yaitu:
- Pewarna alami 100% (diberi kode A, nilai mutu 6)
- Campuran pewarna alami dan pewarna kimia (diberi kode B, nilai mutu 4)
- Pewarna kimia 100% (diberi kode C, nilai mutu 2)
Dari keempat komponen di atas disusun spesifikasi dan tingkat mutu Songket Silungkang.
SPESIFIKASI
Spesifikasi dibuat dan direkatkan pada Songket Silungkang yang dihasilkan, sehingga dapat diketahui dengan jelas komponen pembentuk Songket Silungkang tersebut. Spesifikasi ini akan mempengaruhi tingkat mutu dan juga harga jual Songket Silungkang tersebut. Penyusunan spesifikasi Songket Silungkang dilakukan dengan cara menuliskan keempat komponen di atas dalam rangkaian kode yang berurutan dari komponen ke-1 sampai komponen ke-4.
KELAS MUTU
Kelas mutu Songket Silungkang dipengaruhi oleh spesifikasi yang juga akan mempengaruhi tingkat harga Songket Silungkang tersebut. Secara umum terdapat 4 kelas mutu yaitu Sangat Baik (SB), Baik (B), Cukup Baik (CB) dan Sedang (S).

FAKTOR LINGKUNGAN GEOGRAFIS
Munculnya reputasi, kualitas dan karakteristik produk khas wilayah dipengaruhi oleh faktor geografis, yaitu faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam dan faktor manusia yang mempengaruhi Songket Silungkang adalah sebagai berikut:
FAKTOR ALAM
Peran lingkungan alam terhadap kualitas dan karakteristik Songket Silungkang tidak terlalu menonjol, akan tetapi berpengaruh terhadap bahan baku benang dengan pencelupan pewarna alami. Pencelupan pewarna alami tergantung pada iklim karena berpengaruh pada proses pengeringan benang. Oleh karena itu proses pewarnaan alami umumnya dilakukan pada musim kemarau. Untuk pewarnaan alami biasanya menggunakan bahan pewarna alami yang sedang musim/tersedia pada saat pewarnaan. Misalnya pada musim buah manggis, pengrajin menggunakan kulit manggis sebagai pewarna. Faktor alam memberikan inspirasi bagi para pengrajin Songket Silungkang untuk menciptakan motif Songket Silungkang.
Setiap motif alami yang digunakan mempunyai filosofi tersendiri, diantarannya:
- Pucuak Rabuang (Pucuk Bambu Muda) Maknanya adalah hidup seseorang harus berguna sepanjang waktu, mencontoh falsafah bambu, bambu berguna sejak muda (rebung) sampai tua (bambu).
- Kaluak Paku (Gelung Pakis)
Motif Kaluak Paku dapat ditemukan pada ukiran-ukiran kayu Rumah Gadang, kain Songket Motif, relief candi, batu nisan dan lainnya. Motif yang diilhami tumbuhan pakis (tanaman paku dalam istilah Minangkabau).
Bagi masyarakat Minangkabau, motif kaluak paku melambangkan keindahan dan kedinamisan. Motif Kaluak Paku menyiratkan agar manusia tidak lupa akan kodratnya sebagai disimbolkan tanaman pakis yang pada awal pertumbuhannya, pucuk paku tumbuh melingkar kedalam, kemudian pucuk itu tumbuh lagi keluar. Artinya manusia lebih baik mengenal dirinya terlebih dahulu sebelum bersosialisasi dengan lingkungan.
- Daun Siriah (Daun Sirih)
Maknanya keramah tamahan masyarakat Minangkabau.
- Itiak Pulang Patang (Itik Pulang Sore) Maknanya adalah dalam hidup bermasyarakat haruslah seia sekata, seiring sejalan dan mematuhi aturan yang berlaku dalam masyarakat. Itiak pulang patang menggambarkan kerukunan masyarakat Minangkabau yang hidup dalam tatanan kegotongroyongan yang solid.
- Buruang Dalam Rimbo (Burung Dalam Hutan) Motif Buruang Dalam Rimbo melambangkan keindahan dan kemewahannya. Setiap daerah memiliki pemaknaan tersendiri terhadap motif ini karena dengan segala keindahannya. Buruang dalam rimbo juga dimaknai sebagai simbol kebahagiaan hidup dan keanggunan bagi yang memakainya. Apalagi motif burung dalam rimbo ini langka, karena tidak mudah memproduksinya. Pengerjaannya memakan waktu lama. Motif ini diyakini sudah dikembangkan sejak lama oleh pengrajin Songket Silungkang.
- Tampuak Manggih (Tangkai Manggis)
Manggis selain buahnya dapat dimakan, kulit buah juga mengandung manfaat baik sebagai obat maupun sebagai zat pewarna alami. Pola-pola berupa kembang pada buah manggis juga menjadi sumber ide ragam hias Songket Silungkang. Bahkan motif buah manggis juga terpahat pada relief-relief Candi Prambanan (abad 9 dan 10). Diketahui tanaman manggis tumbuh di berbagai tempat di Indonesia. Sebelum pewarnaan kimia ditemukan, pewarnaan alam, termasuk dari bahan kulit manggis juga dilakukan oleh pengrajin songket Silungkang dan sebagaimana dilakukan penenun tekstil di seluruh Indonesia dan kawasan lain Asia Tenggara. Bentuk motif tampuak manggih terdapat pada
- Saik Galamai (Potongan Dodol Minang) Kalamai, adalah makanan tradisional Minangkabau. Filosofi pengolahan dan penyajian Kalamai menginspirasi ragam hias dan motif di Minangkabau. Saik (potongan) Kalamai berupa potongan-potongan kecil menyerupai jajaran genjang dalam penyajian Kalamai telah menjadi inspirasi pada motif songket masyarakat pengrajin songket khususnya di Silungkang. Saik Kalamai menyiratkan makna untuk hidup hemat dan terencana.
FAKTOR MANUSIA
Perdagangan yang dilakukan oleh masyarakat Silungkang telah dilakukan sejak berabad yang lalu sampai ke negara-negara tetangga seperti India, Malaka, Siam dan lainnya. Di sanalah mereka belajar membuat Songket, yang pada akhirnya ilmu yang mereka peroleh di bawa dan dikembangkan di kampung halaman. Pengetahuan membuat Songket diajarkan kepada ibu-ibu dan kaum wanita di Silungkang dan hasilnya disebut Songket Silungkang.
Pengetahuan dan keterampilan membuat Songket Silungkang menyebar ke wilayah-wilayah sekitarnya yang termasuk dalam Kota Sawahlunto dan menjadi salah satu sumber mata pencaharian pokok masyarakat.
Sawahlunto merupakan wilayah multietnik. Pada masa pertambangan batu bara di zaman penjajahan Belanda banyak pendatang yang datang dan di datangkan dari berbagai daerah di Nusantara, dari pulau Jawa, kelompok etnik Batak, Melayu, Belanda. Meskipun demikian semua berbaur dengan tetap menjadikan adat Minangkabau sebagai dasarnya. Adat basandi sarak, sarak basandi Kitabullah tetap menjadi panutan dan pegangan hidup masyarakatnya. Islam merupakan agama yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Sawahlunto dan kekerabatan yang kuat serta keramahan yang tinggi merupakan ciri masyarakat Sawahlunto khususnya, dan masyarakat Minagkabau pada umumnya.
Wilayah Kota Sawahlunto
Kota SawahluntoKota merupakan kota terbesar keempat setelah Padang, Bukittinggi, dan Payakumbuh.
Mempunyai 4 kecamatan adalah:
- Kecamatan Talawi,
- Kacamatan Barangin,
- Kecamatan Lembah Segar dan
- Kecamatan Silungkang.
Secara administratif, Kota Sawahlunto berbatasan dengan:
- Kabupaten Tanah Datar di sebelah utara
- Kabupaten Sijunjung di sebelah timur
- Kabupaten Solok di sebelah selatan dan barat
Mengingat sejarahnya dan proses pembangunan Kota Sawahlunto serta situs-situs peninggalannya yang masih terpelihara baik, seperti situs lubang tambang Mbah Soero, Gudang Ransum, dan Stasiun Kereta Api, maka pada tahun 2019 ditetapkannya oleh UNESCO Kota Sawahlunto menjadi salah satu Kota Warisan Budaya Dunia. Hal ini berarti bahwa masyarakat Kota Sawahlunto mempunyai kewajiban untuk melestarikan semua peninggalan yang ada dan mendapat peluang untuk memanfaatkan sepenuhnya status tersebut untuk mengembangankan pariwisata, baik di tingkat Nasional maupun Internasional. Status tersebut juga akan mendorong pengembangan potensi-potensi lainnya di Kota Sawahlunto, termasuk potensi untuk pengembangan Songket Silungkang.
Sejarah Songket Silungkang
Kondisi alam Silungkang yang sempit, berbukit- bukit batu, serta sulit untuk bercocok tanam membuat orang Silungkang harus berpikir keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dari keadaan itu terlahirlah masyarakat Silungkang yang tangguh, ulet dan berani menghadapi segala tantangan demi kelangsungan kehidupannya.
Berawal dari itulah mulai masyarakat Silungkang mencoba berdagang dan merantau ke luar wilayahnya. Sekitar abad ke-12 dan ke-13 orang Silungkang sudah mulai berdagang mengarungi samudera dan sudah sampai ke semenanjung Malaka bahkan sampai di Patani Siam (Thailand). Di negeri Siam inilah perantau Silungkang dapat belajar membuat songket dan setelah mereka pandai dan mengerti cara membuat songket mereka kembali ke Silungkang. Ilmu membuat songket tersebut mereka ajarkan kepada kaum ibu di Silungkang dan semenjak itu mulailah beberapa orang wanita Silungkang membuat songket. Perkembangan Songket Silungkang mengalami pasang surut dalam periode-periode sebagai berikut:
Periode 1340-1375
Pada periode ini pembuatan Songket Silungkang telah mulai tumbuh dan berkembang menjadi sumber ekonomi masyarakat. Pada waktu itu kerajaan Pagaruyung sedang berada pada puncak kejayaannya, tentu saja sebagian pakaian kebesaran Raja dan Dewan Kerajaan telah terbuat dari Songket Silungkang sebagai salah satu nagari yang mempunyai kepandaian membuat songket ikut membuat songket kebesaran raja Pagaruyung, pembesar kerajaan serta kain kebesaran pangulu di Nagari-Nagari Minangkabau. Ikat pinggang (Cawat) kebesaran pangulu dan Dewan Istana dibuat di Nagari Pitala.
Karena banyaknya pesanan dari istana dan pangulu maka di tahun 1340-1375 pembuatan songket di Silungkang berkembang dengan baik. Hampir setiap rumah di Silungkang saat itu membuat kain songket. Alat yang dipakai di masa itu masih memakai alat yang sangat tradisional yaitu benang hanya direntangkan untuk satu lembar kain lalu dibuat dengan memasukkan satu lembar benang, dan digedog dengan sebatang kayu. Pada sekitar awal tahun 1400 perantau Silungkang banyak yang merantau ke Tanah Jawa, Malaka bahkan sampai Campa dan Patani di kerajaan Tenggang di Thailand sekarang. Perantau Silungkang yang pulang dari Malaka, Negeri Sembilan dan Patani membawa kain-kain songket hasil dari pengrajin di sana untuk dijadikan contoh. Mereka juga membawa teknik pembuatan songket beserta alat tenun itu sendiri antara lain dari Negeri Sembilan. Di Silungkang alat pembuat songket tersebut dicontoh dan dibuat lebih banyak. Teknik membuat songket dan motifnya juga ditiru karena pada waktu itu alat membuat songket, cara membuat songket dan hasil tenunan dari Negeri Sembilan lebih baik dan lebih maju ketimbang Silungkang. Sejak itu kegiatan membuat songket semakin bertambah dan semakin meningkat di Silungkang. Diperkirakan pada sekitar tahun 1850 Belanda mulai memperkenalkan benang impor untuk pembuatan songket. Penggunaan celup/pewarna kimia
di Silungkang kemungkinan mulai dipakai pada sekitar tahun 1900; meskipun demikian penggunaan celup/pewarna alami masih tetapi juga digunakan sampai saat ini.
Periode 1375-1620 M
Pada periode ini songket Silungkang mengalami peningkatan dan terus bertambah maju. Songket Silungkang sudah mulai diproduksi dengan menggunakan berbagai motif dan corak. Selain pesanan dari istana masyarakat Silungkang juga memasarkan produknya sampai ke Jambi, Riau, Malaka dan tanah Jawa. Sejak tahun 1620 perkembangan dan produksi songket mulai menurun seiring dengan menurunnya pendapatan penduduk, karena Belanda dan Inggris memperketat izin keluar masuknya barang dan orang ke Malaka (Malaysia sekarang).
Periode 1620-1900 M
Selama 2.5 abad lamanya, produksi Songket Silungkang tidak mengalami kemajuan yang berarti karena tekanan-tekanan dari pihak Belanda. Tahun 1717 Baginda Ali orang Dalimo Singkek merantau ke Malaka melalui Taluak Kuantan. Sepulangnya dari Malaka, beliau membawa pulang seperangkat alat pembuat songket yang lebih baik dan lebih maju, karena peralatan itu selain lebih maju juga sesuai dengan kondisi orang Silungkang.
Periode 1900 – 1960 M
Pada tahun 1900an Belanda mulai melirik Songket Silungkang. Belanda mulai menyediakan bahan baku untuk pertenunan seperti benang yang didatangkan dari berbagai negeri seperti Jepang, Inggris dan Tiongkok. Belanda juga memodifikasi alat-alat yang ada menjadi seperti yang dipakai sekarang. Pada tahun 1910 dua orang Silungkang dibawa oleh Gubernur General Vanderbergstroom untuk pameran songket di Brussel Belgia dan mendapat penghargaan berupa medali dari Ratu Belgia.
Proses Produksi, Alat dan Bahan Songket Silungkang
- Proses Produksi
Tahapannya adalah sebagai berikut:
- Pembelian Benang
Pengrajin Songket Silungkang menentukan jenis benang lusi yang akan digunakan, yaitu benang yang telah diberi warna secara kimia oleh pemberi warna kimia atau membeli benang putih yang akan diberi warna alami oleh pengrajin pewarna alami. Jenis benang lusi yang akan digunakan bervariasi jenisnya, benang sutra, benang katun atau benang viscose rayon atau linen. Apabila benang lusi yang akan digunakan tidak memerlukan proses pewarnaan lagi, maka benang lusi dibawa ke kelompok penghanian untuk digulung ke bumbung bambu menggunakan alat yang disebut kincia yang kemudian akan disusun di rak dan diproses melalui alat penghanian menjadi bun atau gulungan benang yang siap untuk dipasang ke pelantai. Apabila benang lusi masih memerlukan pewarnaan, maka benang akan dibawa ke pemberi warna alami untuk diwarnai sesuai keinginan pengrajin Songket Silungkang.
- Pewarnaan Alami
Proses pemberian warna dilakukan sesuai warna yang diinginkan oleh pengrajin Songket Silungkang dengan menggunakan bahan-bahan alami yang telah dikenal oleh pengrajin pewarna alami. Bahan pewarna alami dapat berupa kayu surian, kulit manggis, kayu nangka dan sebagainya.
- Penggulungan Benang dan Penghanian
Benang lusi yang telah diwarnai atau benang berwarna untuk lusi digulung ke bumbung bambu menggunakan kincia (kincir) dan selanjutnya disusun di rak. Benang dari bumbung-bumbung dirak kemudian dimasukkan ke dalam sikek, lalu benang digulung ke tambur dan selanjutnya dari tambur dipindahkan ke bun.
- Pembuatan Atai, Motif dan Rekaman
Motif Benang lusi yang telah digulung dalam bun, selanjutnya dipasang pada palantai dan dibuatkan atai, motif dan rekaman motifnya. Atai adalah mengikat benang sesuai ukuran atai yang diinginkan untuk menghasilkan kotak-kotak pembentuk motif, semakin kecil ukuran atai, semakin halus kotak-kotak yang dihasilkan. Pembuatan motif adalah membuat hitungan kotak-kotak yang telah dibatasi atai sesuai dengan contoh pola yang sudah ada atau pola yang diinginkan.
- Pembuatan Songket Silungkang
Setelah keempat tahapan di atas siap, maka pengrajin mulai melakukan pembuatan Songket Silungkang sesuai dengan motif yang diinginkan.
Label Songket Silungkang
Label Songket Silungkang terdiri dari Tanda IG Songket Silungkang serta Spesifikasi dan Kelas Mutu. Tanda IG Songket Silungkang terdiri dari Nama IG, Logo IG dan Kode Keterunutan.
Bentuk, gambar dan warna pada logo IG Songket Silungkang memiliki makna sebagai berikut:
Motif Pucuak Rabuang
Merupakan motif sakral bagi masyarakat Minangkabau yang melambangkan: harapan baik.
Rebung adalah anak bambu yang tidak mudah rebah oleh tiupan angin badai yang melambangkan sifat masyarakat Silungkang yang tidak mudah menyerah pada keadaan. Evolusi bambu dari muda hingga tua yang melambangkan proses kehidupan manusia menuju pribadi yang bermanfaat.
Puncaknya usia bambu mengeluarkan bunga mencerminkan kematangan usia. Ketika bambu telah mencapai pertumbuhan maksimal maka pucuknya akan merunduk melambangkan masyarakat Silungkang yang semakin berilmu semakin rendah hati atau dengan kata lain tidak sombong.
Kombinasi Daun Siriah dan Bungo Tanjuang
Daun siriah memiliki fungsi simbolis yang penting pada acara perkawinan, perundingan dan untuk menyambut tamu, melambangkan keramahtamahan masyarakat di kenagarian Silungkang dan bungo tanjuang melambangkan ucapan selamat datang.
Warna Merah
Warna merah pada Songket Silungkang melambangkan kemakmuran dan kejayaan merupakan warna umum yang buat pengrajin Songket Silungkang, merupakan warna yang paling kuat dan dominan yang menunjukan semangat dan energi ketegaran.
Warna Emas
Warna emas pada tulisan Songket Silungkang menandakan kemakmuran dan keagungan.









